Setelahmelakukan Penelitian eksplorasi tentang penafsiran ayat-ayat istiqōmah dalam tafsir Al-Jailāni dan Lathāif Al-Isyārāt, dua kitab tafsir dengan corak sufistik yang mempunyai kecenderungan memahami ayat-ayat Alquran dari segi esoterik (isyari), atau bathin Alquran. Terdapat beberapa perbedaan pandangan kedua kitab tafsir tersebut dalam menafsirkan makna istiqōmah. PENGERTIAN TENTANG TASAWUF Secara bahasa tasawuf diartikan sebagai Sufisme bahasa arab تصوف adalah ilmu untuk mengetahui bagaimana cara menyucikan jiwa, menjernihan akhlaq, membangun dhahir dan batin, untuk memporoleh kebahagian yang abadi. Tasawuf pada awalnya merupakan gerakan zuhud menjauhi hal duniawi dalam Islam, dan dalam perkembangannya melahirkan tradisi mistisme Islam. Tarekat pelbagai aliran dalam Sufi sering dihubungkan dengan Syiah, Sunni, cabang Islam yang lain, atau kombinasi dari beberapa tradisi[rujukan?]. Pemikiran Sufi muncul di Timur Tengah pada abad ke-8, sekarang tradisi ini sudah tersebar ke seluruh belahan dunia Wikipedia bahasa Indonesia. Ada beberapa sumber perihal etimologi dari kata "Sufi". Pandangan yang umum adalah kata itu berasal dari Suf صوف, bahasa Arab untuk wol, merujuk kepada jubah sederhana yang dikenakan oleh para asetik Muslim. Namun tidak semua Sufi mengenakan jubah atau pakaian dari wol. Teori etimologis yang lain menyatakan bahwa akar kata dari Sufi adalah Safa صفا, yang berarti kemurnian. Hal ini menaruh penekanan pada Sufisme pada kemurnian hati dan jiwa. Teori lain mengatakan bahwa tasawuf berasal dari kata Yunani theosofie artinya ilmu ketuhanan. Yang lain menyarankan bahwa etimologi dari Sufi berasal dari "Ashab al-Suffa" "Sahabat Beranda" atau "Ahl al-Suffa" "Orang orang beranda", yang mana adalah sekelompok muslim pada waktu Nabi Muhammad yang menghabiskan waktu mereka di beranda masjid Nabi, mendedikasikan waktunya untuk berdoa Wikipedia bahasa Indonesia. Namun dalam perjalananya, tasawuf diperdebatkan asal usul kehadiranya. Sebagian menyebut tasawuf berasal dari agama islam, sebagian lagi menyatakan bahwa tyasawuf bukan berasal dari islam tetapi dari sinkretisme berbagai ajaran agama samawi maupun ardi. Beberpa pendapat yang menyatakan tasawuf berasal dari islam diantaranya Asal-usul ajaran sufi didasari pada sunnah Nabi Muhammad. Keharusan untuk bersungguh-sungguh terhadap Allah merupakan aturan di antara para muslim awal, yang bagi mereka adalah sebuah keadaan yang tak bernama, kemudian menjadi disiplin tersendiri ketika mayoritas masyarakat mulai menyimpang dan berubah dari keadaan ini. Nuh Ha Mim Keller, 1995 Seorang penulis dari mazhab Maliki, Abd al-Wahhab al-Sha'rani mendefinisikan Sufisme sebagai berikut "Jalan para sufi dibangun dari Qur'an dan Sunnah, dan didasarkan pada cara hidup berdasarkan moral para nabi dan yang tersucikan. Tidak bisa disalahkan, kecuali apabila melanggar pernyataan eksplisit dari Qur'an, sunnah, atau ijma." [11. Sha'rani, al-Tabaqat al-Kubra Kairo, 1374, I, 4.] Beberapa pendapat bahwa tasawuf bukan berasal dari islam diantaranya Sufisme berasal dari bahasa Arab suf, yaitu pakaian yang terbuat dari wol pada kaum asketen yaitu orang yang hidupnya menjauhkan diri dari kemewahan dan kesenangan. Dunia Kristen, neo platonisme, pengaruh Persi dan India ikut menentukan paham tasawuf sebagai arah asketis-mistis dalam ajaran Islam Mr. Hiltermann & De Woestijne. Sufismeyaitu ajaran mistik mystieke leer yang dianut sekelompok kepercayaan di Timur terutama Persi dan India yang mengajarkan bahwa semua yang muncul di dunia ini sebagai sesuatu yang khayali als idealish verschijnt, manusia sebagai pancaran uitvloeisel dari Tuhan selalu berusaha untuk kembali bersatu dengan DIA J. Kramers Jz. Al Quran pada permulaan Islam diajarkan cukup menuntun kehidupan batin umat Muslimin yang saat itu terbatas jumlahnya. Lambat laun dengan bertambah luasnya daerah dan pemeluknya, Islam kemudian menampung perasaan-perasaan dari luar, dari pemeluk-pemeluk yang sebelum masuk Islam sudah menganut agama-agama yang kuat ajaran kebatinannya dan telah mengikuti ajaran mistik, keyakinan mencari-cari hubungan perseorangan dengan ketuhanan dalam berbagai bentuk dan corak yang ditentukan agama masing-masing. Perasaan mistik yang ada pada kaum Muslim abad 2 Hijriyah yang sebagian diantaranya sebelumnya menganut agama Non Islam, semisal orang India yang sebelumnya beragama Hindu, orang-orang Persi yang sebelumnya beragama Zoroaster atau orang Siria yang sebelumnya beragama Masehi tidak ketahuan masuk dalam kehidupan kaum Muslim karena pada mereka masih terdapat kehidupan batin yang ingin mencari kedekatan diri pribadi dengan Tuhan. Keyakinan dan gerak-gerik akibat paham mistik ini makin hari makin luas mendapat sambutan dari kaum Muslim, meski mendapat tantangan dari ahli-ahli dan guru agamanya. Maka dengan jalan demikian berbagai aliran mistik ini yang pada permulaannya ada yang berasal dari aliran mistik Masehi, Platonisme, Persi dan India perlahan-lahan mempengaruhi aliran-aliran di daam Islam Aceh. Paham tasawuf terbentuk dari dua unsur, yaitu 1 Perasaan kebatinan yang ada pada sementara orang Islam sejak awal perkembangan Agama Islam,2 Adat atau kebiasaan orang Islam baru yang bersumber dari agama-agama non-Islam dan berbagai paham mistik. Oleh karenanya paham tasawuf itu bukan ajaran Islam walaupun tidak sedikit mengandung unsur-unsur Ajaran Islam, dengan kata lain dalam Agama Islam tidak ada paham Tasawuf walaupun tidak sedikit jumah orang Islam yang menganutnya MH. Amien Jaiz, 1980. Tasawuf dan sufi berasal dari kota Bashrah di negeri Irak. Dan karena suka mengenakan pakaian yang terbuat dari bulu domba Shuuf, maka mereka disebut dengan "Sufi". Soal hakikat Tasawuf, ia itu bukanlah ajaran Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam dan bukan pula ilmu warisan dari Ali bin Abi Thalib Radiyallahu anhu. Menurut Asy Syaikh Ihsan Ilahi Zhahir rahimahullah berkata “Tatkala kita telusuri ajaran Sufi periode pertama dan terakhir, dan juga perkataan-perkataan mereka baik yang keluar dari lisan atau pun yang terdapat di dalam buku-buku terdahulu dan terkini mereka, maka sangat berbeda dengan ajaran Al Qur’an dan As Sunnah. Dan kita tidak pernah melihat asal usul ajaran Sufi ini di dalam sejarah pemimpin umat manusia Muhammad Shallallahu alaihi wassalam, dan juga dalam sejarah para shahabatnya yang mulia, serta makhluk-makhluk pilihan Allah Ta’ala di alam semesta ini. Bahkan sebaliknya, kita melihat bahwa ajaran Sufi ini diambil dan diwarisi dari kerahiban Nashrani, Brahma Hindu, ibadah Yahudi dan zuhud Buddha" - At Tashawwuf Al Mansya’ Wal Mashadir, hal. 28.Ruwaifi’ bin Sulaimi, Lc Para ahli yang menolak tasawuf sebagai bagian dari islam mengambil contoh kesalahan pemahaman tasawuf yaitu Faham Wujud. Faham wujud adalah berisi keyakinan bahwa manusia dapat bersatu dengan Tuhan. Penganut paham kesatuan wujud ini mengambil dalil Al Quran yang dianggap mendukung penyatuan antara ruh manusia dengan Ruh Allah dalam penciptaan manusia pertama, Nabi Adam AS “...Maka apabila telah Kusempurnakan kejadiannya dan Kutiupkan kepadanya roh Ku; maka hendaklah kamu tersungkur dengan bersujud kepadanya As Shaad; 72” Sehingga ruh manusia dan Ruh Allah dapat dikatakan bersatu dalam sholat karena sholat adalah me-mi'rajkan ruh manusia kepada Ruh Allah Azza wa Jalla . Atas dasar pengaruh 'penyatuan' inilah maka kezuhudan dalam sufi dianggap bukan sebagai kewajiban tetapi lebih kepada tuntutan bathin karena hanya dengan meninggalkan/ tidak mementingkan dunia lah kecintaan kepada Allah semakin meningkat yang akan bepengaruh kepada 'penyatuan' yang lebih mendalam. Paham ini dikalangan penganut paham kebatinan juga dikenal sebagai paham manunggaling kawula lan gusti yang berarti bersatunya antara hamba dan Tuhan Wikipedia bahasa Indonesia. Dasar-Dasar Qur`ani Tasawuf Para pengkaji tentang tasawuf sepakat bahwasanya tasawuf berazaskan kezuhudan sebagaimana yang diperaktekkan oleh Nabi Saw, dan sebahagian besar dari kalangan sahabat dan tabi'in. Kezuhudan ini merupakan implementasi dari nash-nash al-Qur'an dan Hadis-hadis Nabi Saw yang berorientasi akhirat dan berusaha untuk menjuhkan diri dari kesenangan duniawi yang berlebihan yang bertujuan untuk mensucikan diri, bertawakkal kepada Allah Swt, takut terhadap ancaman-Nya, mengharap rahmat dan ampunan dari-Nya dan lain-lain. Meskipun terjadi perbedaan makna dari kata sufi akan tetapi jalan yang ditempuh kaum sufi berlandasakan Islam. Diantara ayat-ayat Allah yang dijadikan landasan akan urgensi kezuhudan dalam kehidupan dunia adalah firman Allah dalam al-Qur'an yang Artinya “Barang siapa yang menghendaki keuntungan di akhirat akan kami tambah keuntungan itu baginya dan barang siapa yang menghendaki keuntungan di dunia kami berikan kepadanya sebagian dari keuntungan dunia dan tidak ada baginya suatu bahagianpun di akhirat”. Asy-Syuura [42] 20. Diantara nash-nash al-Qur'an yang mememerintahkan orang-orang beriman agar senantiasa berbekal untuk akhirat adalah firman Allah dalam al-Hadid [57] ayat 20 yang Artinya “Ketahuilah, bahwa Sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah- megah antara kamu serta berbangga-banggaan tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani; Kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning Kemudian menjadi hancur. dan di akhirat nanti ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. dan kehidupan dunia Ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu”. Ayat ini menandaskan bahwa kebanyakan manusia melaksanakan amalan-amalan yang menjauhkannya dari amalan-amalan yang bermanfaat untuk diri dan keluarganya, sehingga mereka dapat kita temukan menjajakan diri dalam kubangan hitamnya kesenangan dan gelapnya hawa nafus mulai dari kesenangan dalam berpakaian yang indah, tempat tinggal yang megah dan segala hal yang dapat menyenangkan hawa nafsu, berbangga-bangga dengan nasab dan banyaknya harta serta keturunan anak dan cucu. Akan tetapi semua hal tesebut bersifat sementar dan dapat menjadi penyebab utama terseretnya seseorang kedalam azab yang sangat pedih pada hari ditegakkannya keadilan di sisi Allah, karena semua hal tersebut hanyalah kesenangan yang melalaikan, sementara rahmat Allah hanya terarah kepada mereka yang menjauhkan diri dari hal-hal yang melallaikan tersebut. Ayat al-Qur'an lainnya yang dijadikan sebagai landasan kesufian adalah ayat-ayat yang berkenaan dengan kewajiban seorang mu'min untuk senantiasa bertawakkal dan berserah diri hanya kepada Allah swt semata serta mencukupkan bagi dirinya cukup Allah sebagai tempat menggantungkan segala urusan, ayat-ayat al-Qur'an yang menjelaskan hal tersebut cukup variatif tetapi penulis mmencukupkan pada satu diantara ayat –ayat tersebut yaitu firman Allah dalam ath-Thalaq [65] ayat 3 yang Artinya “Dan memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan keperluannya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan yang dikehendaki Nya. Sesungguhnya Allah Telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu”. Dianatra ayat-ayat al-Qur'an yang menjadi landasan munculnya kezuhudan dan menjadi jalan kesufian adalah ayat-ayat yang berbicara tentang rasa takut kepadan Allah dan hanya berharap kepada-Nya diantaranya adalah firman Allah dalam as-Sajadah [ ] ayat 16 yang berbunyi yang Artinya “Lambung mereka jauh dari tempat tidurnya dan mereka selalu berdoa kepada Rabbnya dengan penuh rasa takut dan harap Maksud dari perkataan Allah Swt "Lambung mereka jauh dari tempat tidurnya" adalah bahwa mereka tidak tidur di waktu biasanya orang tidur untuk mengerjakan shalat malam”. Terdapat banyak ayat yang berbicara tentang urgensi rasa takut dan pengharapan hanya kepada Allah semata akan tetapi penulis cukupkan pada kedua ayat terdahulu. Diantara ayat-ayat yang menjadi landasan tasawuf adalah nash-nash Qura'ny yang menganjurkan untuk beribadah pada malam hari baik dalam bentuk bertasbih ataupun quyamullail diantaranya adalah firman Allah yang Artinya Dan pada sebahagian malam hari bersembahyang tahajudlah kamu sebagai suatu ibadah tambahan bagimu; Mudah-mudahan Tuhan-mu mengangkat kamu ke tempat yang Terpuji. al-Isra' [17] ayat 79 yang Artinya “Dan sebutlah nama Tuhanmu pada waktu pagi dan petang. Dan pada sebagian dari malam, Maka sujudlah kepada-Nya dan bertasbihlah kepada-Nya pada bagian yang panjang dimalam hari”. al-Insan [76] ayat 25-26 yang Artinya “Dan orang yang melalui malam hari dengan bersujud dan berdiri untuk Tuhan mereka” Tiga ayat di atas menunjukkan bahwa mereka yang senantiasa menjauhi tempat tidur di malam hari dengan menyibukkan diri dalam bertasbih dan menghidupkan malam-malamnya dengan shalat dan ibadah-ibadah sunnah lainnya hanya semata-mata untuk mengharapkan rahmat, ampunan, ridha, dan cinta Tuhannya kepadanya akan mendapatkan maqam tertinggi di sisi Allah. Selain daripada hal-hal yang telah penulis uraikan sbelumnya, diantara pokok-pokok ajaran tasawuf adalah mencintai Allah dengan penuh ketulusan dan keikhlasan hal ini berlandaskan kepada firman Allah swt dalam at-Taubah ayat 24 yang Artinya ”Katakanlah "Jika bapa-bapa, anak-anak, saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari Allah dan RasulNya dan dari berjihad di jalan nya, Maka tunggulah sampai Allah mendatangkan Keputusan-Nya". dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik”. Ayat ini menunjukkan bahwa kecintaan terhadap Allah, Rasul-Nya dan berjihad di jalan-Nya harus menjadi prioritas utama di atas segala hal, bahkan kecintaan kepada Allah dan Rasul-Nya harus melebihi di atas kecintaan kepada ayah, ibu, anak, istri, keluarga, harta, perniagaan dan segala hal yang bersifat duniawi, atau dengan kata lain bahwa seseorang yang ingin mendapatkan kebahagiaan hidup di dunia dan mendambakan tempat terbaik diakhirat hendaknya menjadikan Allah dan Rasul-Nya sebagai kecintaan tertinggi dalam dirinya 1 Ilmu Tauhid. Fungsi AlQuran yang pertama dari segi ilmu pengetahuan, ialah ilmu tauhid. Ini merupakan ilmu kalam dalam Islam. Disiplin filsafat dalam mencari prinsip-prinsip teologi melalui dialektika. Membahas pengokohan keyakinan dalam agama Islam, sehingga dapat memperkuat dan menghilangkan keraguan tentang ketuhanan. Menyajikan informasi terkini, terbaru dan terupdate mulai dari politik, bisnis, selebriti, lifestyle dan masih banyak dari Berita Hari Ini tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparanIlustrasi tasawuf. Foto PixabayTasawuf erat kaitannya dengan ajaran sufi atau orang yang bertasawuf. Makna tasawuf sendiri tidak dijelaskan secara eskplisit, melainkan dari berbagai pengaruh ajaran agama atau filsafat lain yang diadopsi dan disesuaikan dengan konsep ahli tasawuf menjelaskan bahwa makna tasawuf berasal dari kata al-shuffah, atau orang yang ikut hijrah dengan Nabi Muhammad SAW dari Makkah ke Madinah. Dapat juga dimaknai sebagai suf barisan, suf kain wol, hingga ke bahasa Yunani sophos hikmat.Sedangkan menurut terminologinya, para ahli seperti seorang sufi dari Baghdad, Imam Junaid berpendapat bahwa tasawuf memiliki definisi sebagai mengambil sifat mulia dan meninggalkan setiap sifat disimpulkan, istilah tasawuf memiliki makna pelatihan dengan kesungguhan untuk dapat membersihkan, memperdalam, menyucikan jiwa atau rohani manusia. Tentunya melakukan hal ini atas dasar pendekatan kepada Allah Tasawuf dalam AlquranIlustrasi tasawuf. Foto PixabayBeberapa sufi memberikan pendapatnya tentang tasawuf dilandasari dasar-dasarnya dalam ayat Alquran. Istilah ajaran tasawuf diidentikan dengan ajaran islam meski agama lain juga memiliki hal yang serupa.“Dan kepunyaan Allah-lah timur dan barat, maka kemanapun kamu menghadap di situlah wajah Allah. Sesungguhnya Allah Maha Luas rahmat-Nya lagi Maha Mengetahui.” Al Baqarah 115“Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka jawablah, bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdo’a apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi segala perintah-Ku dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.” QS Al Baqarah 186"Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya, dan Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya.” QS Qof 16“Lalu mereka bertemu dengan seorang hamba di antara hamba-hamba Kami, yang telah Kami berikan kepadanya rahmat dari sisi Kami, dan yang telah Kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami.” QS Al Kahfi 65 Mengenaitafsir sufistik, secara umum, tafsir ini dimaknai dengan takwil ayat-ayat Alquran dengan menggunakan 'makna' di balik yang zahir dengan mengemukakan isyarat yang halus atau tersembunyi yang tampak dengan atau kepada yang menempuh jalan sulûk dan bentuk riyâdlah lainnya dalam tasawuf, tetapi memungkinkan adanya perpaduan antara yang tersembunyi dan yang dimaksud ayat secara zahir. 0% found this document useful 0 votes2K views10 pagesDescriptionHADITS TENTANG TASAWUFCopyright© © All Rights ReservedAvailable FormatsDOCX, PDF, TXT or read online from ScribdShare this documentDid you find this document useful?0% found this document useful 0 votes2K views10 pagesDasar Dasar Al Hadits Tentang TasawufJump to Page You are on page 1of 10 You're Reading a Free Preview Pages 5 to 9 are not shown in this preview. Reward Your CuriosityEverything you want to Anywhere. Any Commitment. Cancel anytime. SurahAl Israa ayat 82 [QS. 17:82] » Tafsir Alquran (Surah nomor 17 ayat 82) Ayat Syifa / Doa untuk Menyembuhkan Penyakit. Surat Al-Qur'an untuk Orang Sakit, Insya Allah Sembuh Atas Izin-Nya. Enam Ayat Al-Qur'an tentang Kesembuhan Suatu Penyakit. Ayat ash-Shifa -Six Quranic Verses of Healing. آيات الشفاء.ماهر المعيقلي Prinsip-Prinsip Dasar Ajaran Tasawuf yang Menyimpang Dari Petunjuk Al Quran dan As Sunnah**Ringkasan dari satu pembahasan yang ditulis oleh Syaikh Shalih Al Fauzan dalam kitabnya Haqiqat At Tashawwuf, pembahasan Mauqif Ash Shufiyyah Min Al Ibadah wa Ad Din dengan sedikit perubahanOrang-orang ahli Tasawuf -khususnya yang ada di zaman sekarang- mempunyai prinsip dasar dan metode khusus dalam memahami dan menjalankan agama ini, yang sangat bertentangan dengan prinsip dan metode Ahlusunnah wal Jamaah, dan menyimpang sangat jauh dari Al Quran dan As Sunnah. Mereka membangun keyakinan dan tata cara peribadatan mereka di atas simbol-simbol dan istilah-istilah yang mereka ciptakan sendiri, yang dapat kita simpulkan sebagai mereka membatasi ibadah hanya pada aspek Mahabbah kecintaan saja dan mengenyampingkan aspek-aspek yang lainnya, seperti aspek Khauf rasa takut dan Raja’ harapan, sebagaimana yang terlihat dalam ucapan beberapa orang ahli tasawuf, “Aku beribadah kepada Allah azza wa jalla bukan karena aku mengharapkan masuk surga dan juga bukan karena takut masuk neraka!?”. Memang benar bahwa aspek Mahabbah adalah landasan berdirinya ibadah, akan tetapi ibadah itu tidak hanya terbatas pada aspek Mahabbah saja -sebagaimana yang disangka oleh orang-orang ahli tasawuf-, karena ibadah itu memiliki banyak jenis dan aspek yang melandasinya selain aspek Mahabbah, seperti aspek khauf, raja’, dzull penghinaan diri, khudhu’ ketundukkan, doa dan aspek-aspek lain. Salah seorang ulama Salaf berkata “Barang siapa yang beribadah kepada Allah azza wa jalla dengan kecintaan semata maka dia adalah seorang zindiq, dan barang siapa yang beribadah kepada Allah dengan pengharapan semata maka dia adalah seorang Murji’ah, dan barang siapa yang beribadah kepada Allah azza wa jalla dengan ketakutan semata maka dia adalah seorang Haruriyyah Khawarij, dan barang siapa yang beribadah kepada Allah azza wa jalla dengan kecintaan, ketakutan dan pengharapan maka dialah seorang mukmin sejati dan muwahhid orang yang bertauhid dengan benar”.Oleh karena itu Allah azza wa jalla memuji sifat para Nabi dan Rasul-Nya shallallahu alaihi wa sallam, yang mereka senantiasa berdoa kepada-Nya dengan perasaan takut dan berharap, dan mereka adalah orang-orang yang selalu mengharapkan rahmat-Nya dan takut akan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah “Kebanyakan orang-orang yang menyimpang dari jalan Allah, orang-orang yang mengikuti ajaran-ajaran bid’ah berupa sikap zuhud dan ibadah-ibadah yang tidak dilandasi ilmu dan tidak sesuai dengan petunjuk dari Al Quran dan As Sunnah, mereka terjerumus ke dalam kesesatan seperti yang terjadi pada orang-orang Nasrani yang mengaku-ngaku mencintai Allah, yang bersamaan dengan itu mereka menyimpang dari syariat-Nya dan enggan untuk bermujahadah bersungguh-sungguh dalam menjalankan agama-Nya, dan penyimpangan-penyimpangan lainnya” Kitab Al Ubudiyyah, tulisan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah hal. 90, cet. Darul Ifta’, Riyadh. Dari uraian di atas jelaslah bahwa membatasi ibadah hanya pada aspek Mahabbah saja tidaklah disebut ibadah, bahkan ajaran ini bisa menjerumuskan penganutnya ke jurang kesesatan bahkan menyebabkan dia keluar dari agama orang-orang ahli tasawuf umumnya dalam menjalankan agama dan melaksanakan ibadah tidak berpedoman kepada Al Quran dan As Sunnah, tapi yang mereka jadikan pedoman adalah bisikan jiwa dan perasaan mereka dan ajaran yang digariskan oleh pimpinan-pimpinan mereka, berupa Thariqat-thariqat bid’ah, berbagai macam zikir dan wirid yang mereka ciptakan sendiri, dan tidak jarang mereka mengambil pedoman dari cerita-cerita yang tidak jelas kebenarannya, mimpi-mimpi, bahkan hadits-hadits yang palsu untuk membenarkan ajaran dan keyakinan mereka. Inilah landasan ibadah dan keyakinan ajaran Islam Ibnu Taimiyyah berkata, “Orang-orang ahli Tasawuf dalam beragama dan mendekatkan diri kepada Allah azza wa jalla berpegang teguh pada suatu pedoman seperti pedoman yang dipegang oleh orang-orang Nasrani, yaitu ucapan-ucapan yang tidak jelas maknanya, dan cerita-cerita yang bersumber dari orang yang tidak dikenal kejujurannya, kalaupun ternyata orang tersebut jujur, tetap saja dia bukan seorang Nabi/Rasul yang terjaga dari kesalahan, maka demikian pula yang dilakukan orang-orang ahli Tasawuf mereka menjadikan para pemimpin dan guru mereka sebagai penentu/pembuat syariat agama bagi mereka, sebagaimana orang-orang Nasrani menjadikan para pendeta dan rahib mereka sebagai penentu/pembuat syariat agama bagi mereka”.Ketiga, termasuk doktrin ajaran Tasawuf adalah keharusan berpegang teguh dan menetapi zikir-zikir dan wirid-wirid yang ditentukan dan diciptakan oleh guru-guru thariqat mereka, yang kemudian mereka menetapi dan mencukupkan diri dengan zikir-zikir tersebut, beribadah dan mendekatkan diri kepada Allah azza wa jalla dengan selalu membacanya, bahkan tidak jarang mereka mengklaim bahwa membaca zikir-zikir tersebut lebih utama daripada membaca Al Quran, dan mereka menamakannya dengan “zikirnya orang-orang khusus”.Adapun zikir-zikir yang tercantum dalam Al Quran dan As Sunnah mereka namakan dengan “zikirnya orang-orang umum”, maka kalimat Laa Ilaha Illallah menurut mereka adalah “zikirnya orang-orang umum”, adapun “zikirnya orang-orang khusus” adalah kata tunggal “Allah” dan “zikirnya orang-orang khusus yang lebih khusus” adalah kata Huwa/ Dia.Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata “Barang siapa yang menyangka bahwa kalimat Laa Ilaha Illallah adalah zikirnya orang-orang umum, dan zikirnya orang-orang khusus adalah kata tunggal “Allah”, serta zikirnya orang-orang khusus yang lebih khusus adalah kata ganti Huwa/Dia, maka dia adalah orang yang sesat dan menyesatkan. Di antara mereka ada yang berdalil untuk membenarkan hal ini, dengan firman Allah azza wa jallaقُلِ اللّهُ ثُمَّ ذَرْهُمْ فِي خَوْضِهِمْ يَلْعَبُونَ“Katakan Allah yang menurunkannya, kemudian sesudah kamu menyampaikan Al Quran kepada mereka, biarkanlah mereka bermain-main dalam kesesatannya” QS. Al An’aam 91.Berdalil dengan cara seperti ini adalah kesalahan yang paling nyata yang dilakukan oleh orang-orang ahli Tasawuf, bahkan ini termasuk menyelewengkan ayat Al Quran dari maknanya yang sebenarnya, karena sesungguhnya kata “Allah” dalam ayat ini disebutkan dalam kalimat perintah untuk menjawab pertanyaan sebelumnya , yaitu yang Allah azza wa jalla dalam firman-Nyaوَمَا قَدَرُواْ اللّهَ حَقَّ قَدْرِهِ إِذْ قَالُواْ مَا أَنزَلَ اللّهُ عَلَىبَشَرٍ مِّن شَيْءٍ قُلْ مَنْ أَنزَلَ الْكِتَابَ الَّذِي جَاء بِهِ مُوسَى نُوراًوَهُدًى لِّلنَّاسِ تَجْعَلُونَهُ قَرَاطِيسَ تُبْدُونَهَا وَتُخْفُونَ كَثِيراًوَعُلِّمْتُم مَّا لَمْ تَعْلَمُواْ أَنتُمْ وَلاَ آبَاؤُكُمْ قُلِ اللّهُ“Katakanlah Siapakah yang menurunkan kitab Taurat yang dibawa oleh Musa sebagai cahaya dan petunjuk bagi manusia, kamu jadikan kitab itu lembaran-lembaran kertas yang terpisah-pisah, kamu perlihatkan sebagiannya dan kamu sembunyikan sebagian besarnya, padahal telah diajarkan kepadamu apa yang kamu dan bapak-bapakmu tidak mengetahuinya?, katakanlah Allah yang menurunkannya” QS. Al An’aam91.Jadi maknanya yang benar adalah “Katakanlah Allah, Dialah yang menurunkan kitab Taurat yang dibawa oleh Nabi Musa shallallahu alaihi wa sallam”Kitab Al Ubudiyyah sikap Ghuluw berlebih-lebihan/ekstrem orang-orang ahli Tasawuf terhadap orang-orang yang mereka anggap wali dan guru-guru thariqat mereka, yang bertentangan dengan aqidah Ahlusunnah wal Jamaah, karena di antara prinsip aqidah Ahlusunnah wal Jamaah adalah berwala mencintai/berloyalitas kepada orang-orang yang dicintai Allah azza wa jalla dan membenci musuh-musuh Allah azza wa jalla. Allah azza wa jalla berfirmanإِنَّمَا وَلِيُّكُمُ اللّهُ وَرَسُولُهُ وَالَّذِينَ آمَنُواْ الَّذِينَيُقِيمُونَ الصَّلاَةَ وَيُؤْتُونَ الزَّكَاةَ وَهُمْ رَاكِعُونَ“Sesungguhnya wali kekasih/penolongmu hanyalah Allah, Rasul-Nya dan orang-orang yang beriman, yang mendirikan shalat dan menunaikan zakat, seraya mereka tunduk kepada Allah.” QS. Al Maaidah 55.Dan Allah azza wa jalla berfirmanيَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَتَّخِذُوا عَدُوِّي وَعَدُوَّكُمْ أَوْلِيَاءتُلْقُونَ إِلَيْهِم بِالْمَوَدَّةِ“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil musuh-Ku dan musuhmu menjadi teman-teman setia.” QS. Al Mumtahanah 1.Wali kekasih Allah azza wa jalla adalah orang-orang yang beriman dan bertakwa, yang mendirikan shalat dan menunaikan zakat, seraya mereka tunduk kepada Allah azza wa jalla. Dan merupakan kewajiban kita untuk mencintai, menghormati dan meneladani mereka. Dan perlu ditegaskan di sini bahwa derajat kewalian itu tidak hanya dikhususkan pada orang-orang tertentu, bahkan setiap orang yang beriman dan bertakwa dia adalah wali kekasih Allah azza wa jalla, akan tetapi kedudukan sebagai wali Allah azza wa jalla tidaklah menjadikan seseorang terjaga dari kesalahan dan kekhilafan. Inilah makna wali dan kewalian, dan kewajiban kita terhadap mereka, menurut pemahaman Ahlusunnah wal makna wali menurut orang-orang ahli Tasawuf sangat berbeda dengan pemahaman Ahlusunnah wal Jama’ah, karena orang-orang ahli Tasawuf memiliki beberapa kriteria dan pertimbangan tertentu yang bertentangan dengan petunjuk Al Quran dan As Sunnah dalam masalah ini, sehingga mereka menobatkan derajat kewalian hanya kepada orang-orang tertentu tanpa dilandasi dalil dari syariat yang menunjukkan kewalian orang-orang tersebut. Bahkan tidak jarang mereka menobatkan derajat kewalian kepada orang yang tidak dikenal keimanan dan ketakwaannya, bahkan kepada orang yang dikenal punya penyimpangan dalam keimanannya, seperti orang yang melakukan praktek perdukunan, sihir dan menghalalkan apa yang diharamkan oleh Allah azza wa jalla. Dan terkadang mereka menganggap bahwa kedudukan orang-orang yang mereka anggap sebagai “wali” melebihi kedudukan para Nabi shallallahu alaihi wa sallam, sebagaimana ucapan salah seorang dari merekaKedudukan para Nabi di alam BarzakhSedikit di atas kedudukan Rasul, dan di bawah kedudukan waliOrang-orang ahli Tasawuf juga berkata, “Sesungguhnya para wali mengambil agama mereka langsung dari sumber tempat Malaikat Jibril shallallahu alaihi wa sallam mengambil wahyu yang disampaikan kepada Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam?!”. Dan mereka juga menganggap bahwa wali-wali mereka itu terjaga dari kesalahan?!.Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata, “…Kamu akan dapati mayoritas orang-orang ahli Tasawuf menobatkan seseorang sebagai “wali” hanya dikarenakan orang tersebut mampu menyingkap tabir dalam suatu masalah, atau orang tersebut melakukan sesuatu yang di luar kemampuan manusia, seperti menunjuk kepada seseorang kemudian orang itu mati, terbang di udara menuju ke Mekkah atau tempat-tempat lainnya, terkadang berjalan di atas air, mengisi teko dari udara dengan air sampai penuh, ketika ada orang yang meminta pertolongan kepadanya dari tempat yang jauh atau setelah dia mati, maka orang itu melihatnya datang dan menunaikan kebutuhannya, memberitahukan tempat barang-barang yang dicuri, memberitakan hal-hal yang gaib tidak nampak, atau orang yang sakit dan yang semisalnya. Padahal kemampuan melakukan hal-hal ini sama sekali tidaklah menunjukkan bahwa pelakunya adalah wali Allah azza wa jalla. Bahkan orang-orang yang beriman dan bertakwa sepakat dan sependapat mengatakan bahwa jika ada orang yang mampu terbang di udara atau berjalan di atas air, maka kita tidak boleh terperdaya dengan penampilan tersebut sampai kita melihat apakah perbuatannya sesuai dengan Sunnah Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam? apakah orang tersebut selalu menaati perintah beliau shallallahu alaihi wa sallam dan menjauhi larangannya? Oleh karena itulah kita tidak pernah mendengar ada seorang muslim pun yang menganggap bahwa Superman dan Gatotkaca adalah wali-wali Allah, padahal mereka ini katanya bisa terbang di udara?! -pen …karena hal-hal yang di luar kemampuan manusia ini bisa dilakukan oleh banyak orang kafir, musyrik, ahli kitab dan orang munafik, dan bisa dilakukan oleh para pelaku bid’ah dengan bantuan setan/jin, maka sama sekali tidak boleh dianggap bahwa setiap orang yang mampu melakukan hal-hal di atas adalah wali Allah”. Majmu’ Al Fatwa, 11/215.Kemudian ternyata kesesatan orang-orang ahli tasawuf tidak sampai di sini saja, karena sikap mereka yang berlebih-lebihan dan melampaui batas dalam mengagungkan orang-orang yang mereka anggap sebagai “wali”, sampai-sampai mereka menganggap “para wali” tersebut memiliki sifat-sifat ketuhanan, seperti menentukan kejadian-kejadian di alam semesta ini, mengetahui hal-hal yang gaib, memenuhi kebutuhan orang-orang yang meminta pertolongan kepada mereka dalam perkara-perkara yang tidak mampu dilakukan kecuali oleh Allah azza wa jalla dan sifat-sifat ketuhanan lainnya. Kemudian sikap berlebih-lebihan ini menjerumuskan mereka ke dalam perbuatan syirik dengan menjadikan “para wali” tersebut sebagai sesembahan selain Allah azza wa jalla, dengan membangun kuburan “para wali” tersebut, meyakini adanya keberkahan pada tanah kuburan tersebut, melakukan berbagai macam kegiatan ibadah padanya, seperti thawaf dengan mengelilingi kuburan tersebut, bernazar dengan maksud mendekatkan diri kepada penghuni kubur dan perbuatan-perbuatan syirik termasuk doktrin ajaran Tasawuf yang sesat adalah mendekatkan diri ? kepada Allah azza wa jalla dengan nyanyian, tarian, tabuhan rebana dan bertepuk tangan, yang semua ini mereka anggap sebagai amalan ibadah kepada Allah azza wa jalla. DR Shabir Tha’imah berkata dalam kitabnya Ash Shufiyyah, Mu’taqadan wa Masakan, “Saat ini tarian sufi modern telah dipraktekkan pada mayoritas thariqat-thariqat sufiyyah dalam pesta-pesta perayaan ulang tahun beberapa tokoh mereka, di mana para pengikut thariqat berkumpul untuk mendengarkan nada-nada musik yang terkadang didendangkan oleh lebih dari dua ratus pemain musik pria dan wanita, sedangkan para murid senior dalam pesta ini duduk sambil mengisap berbagai jenis rokok, dan para tokoh senior beserta para pengikutnya membacakan beberapa kisah khurafat bohong yang terjadi pada sang tokoh yang telah meninggal dunia…”.Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata, “…Ketahuilah bahwa perbuatan orang-orang ahli tasawuf ini sama sekali tidak pernah dilakukan di awal tiga generasi yang utama di semua negeri islam Hijaz, Syam, Yaman, Mesir, Magrib, Irak, dan Khurasan. Orang-orang yang shalih, taat beragama dan rajin beribadah pada masa itu tidak pernah berkumpul untuk mendengarkan siulan yang berisi lantunan musik, tepukan tangan, tabuhan rebana dan ketukan tongkat seperti yang dilakukan oleh orang-orang ahli Tasawuf, perbuatan ini adalah perkara yang diada-adakan bid’ah yang muncul di penghujung abad kedua, dan ketika para Imam Ahlusunnah melihat perbuatan ini mereka langsung mengingkarinya, sampai-sampai Imam Asy Syafi’i radhiyallahu anhu berkata “Aku tinggalkan Baghdad, dan di sana ada suatu perbuatan yang diada-adakan oleh orang-orang zindiq munafik tulen yang mereka namakan At Taghbir At Taghbir adalah semacam Qasidah yang dilantunkan dan berisi ajakan untuk zuhud dalam urusan dunia, lihat kitab Igatsatul Lahfan tulisan Imam Ibnul Qayyim, maka silakan pembaca bandingkan At Taghbir ini dengan apa yang di zaman sekarang ini disebut sebagai Nasyid Islami ?, apakah ada perbedaan di antara keduanya? Jawabnya keduanya serupa tapi tak beda! Kalau demikian berarti hukum nasyid islami adalah…., saya ingin mengajak pembaca sekalian membayangkan semisalnya ada seorang presiden yang hobi dengar nasyid islami, apa kita tidak khawatir kalau dalam upacara bendera sewaktu acara pengibaran bendera akan diiringi dengan nasyid islami!!? -pen, yang mereka jadikan senjata untuk menjauhkan kaum muslimin dari Al Quran”. Dan Imam Yazid bin Harun berkata “orang yang mendendangkan At Taghbir tidak lain adalah orang fasik, kapan munculnya perbuatan ini?”Imam Ahmad ketika ditanya tentang perbuatan ini, beliau menjawab, “Aku tidak menyukainya karena perbuatan ini adalah bid’ah”, maka beliau ditanya lagi apakah anda mau duduk bersama orang-orang yang melakukan perbuatan ini? Beliau menjawab, “Tidak”. Demikian pula Imam-Imam besar lainnya mereka semua tidak menyukai perbuatan ini. Dan para Syaikh ulama yang Shalih tidak ada yang mau menghadiri menyaksikan perbuatan ini, seperti Ibrahim bin Adham, Fudhail bin Iyadh, Ma’ruf Al Karkhi, Abu Sulaiman Ad Darani, Ahmad bin Abil Hawari, As Sariy As Saqti dan syaikh-syaikh lainnya” Majmu’ Al Fatawa 11/569.Maka orang-orang ahli Tasawuf yang mendekatkan diri ? kepada Allah azza wa jalla dengan cara-cara seperti ini, adalah tepat jika dikatakan bahwa mereka itu seperti orang-orang penghuni Neraka yang dicela oleh Allah azza wa jalla dalam firman-Nyaالَّذِينَ اتَّخَذُواْ دِينَهُمْ لَهْواً وَلَعِباً وَغَرَّتْهُمُ الْحَيَاةُالدُّنْيَا فَالْيَوْمَ نَنسَاهُمْ كَمَا نَسُواْ لِقَاء يَوْمِهِمْ هَـذَا وَمَاكَانُواْ بِآيَاتِنَا يَجْحَدُونَ“yaitu orang-orang yang menjadikan agama mereka sebagai main-main dan senda gurau, dan kehidupan dunia telah menipu mereka.” Maka pada hari kiamat ini, Kami melupakan mereka sebagaimana mereka melupakan pertemuan mereka dengan hari ini, dan sebagaimana mereka selalu mengingkari ayat-ayat Kami” QS. Al A’raaf 51.Keenam, juga termasuk doktrin ajaran Tasawuf yang sesat adalah apa yang mereka namakan sebagai suatu keadaan/tingkatan yang jika seseorang telah mencapainya maka dia akan terlepas dari kewajiban melaksanakan syariat Islam. Keyakinan ini muncul sebagai hasil dari perkembangan ajaran Tasawuf, karena asal mula ajaran Tasawuf -sebagaimana yang diterangkan oleh Ibnul Jauzi- adalah melatih jiwa dan menundukkan watak dengan berupaya memalingkannya dari akhlak-akhlak yang jelek dan membawanya pada akhlak-akhlak yang baik, seperti sifat zuhud, tenang, sabar, ikhlas dan Ibnul Jauzi mengatakan “Inilah asal mula ajaran Tasawuf yang dipraktekkan oleh pendahulu-pendahulu mereka, kemudian Iblis mulai memalingkan dan menyesatkan mereka dari generasi ke generasi berikutnya dengan berbagai macam syubhat kerancuan dan talbis pencampuradukan, kemudian penyimpangan ini terus bertambah sehingga Iblis berhasil dengan baik menguasai generasi belakangan dari orang-orang ahli Tasawuf. Pada mulanya, dasar upaya penyesatan yang diterapkan oleh Iblis kepada mereka adalah memalingkan mereka dari mempelajari ilmu agama dan mengesankan kepada mereka bahwa tujuan utama adalah semata-semata beramal tanpa perlu ilmu,dan ketika Iblis telah berhasil memadamkan cahaya ilmu dalam diri mereka, mulailah mereka berjalan tanpa petunjuk dalam kegelapan/kesesatan, maka di antara mereka ada yang dikesankan padanya bahwa tujuan utama ibadah adalah meninggalkan urusan dunia secara keseluruhan, sampai-sampai mereka meninggalkan apa-apa yang dibutuhkan oleh tubuh mereka, bahkan mereka menyerupakan harta dengan kalajengking, dan mereka lupa bahwa Allah azza wa jalla menjadikan harta bagi manusia untuk kemaslahatan mereka, kemudian mereka bersikap berlebih-lebihan dalam menyiksa diri-diri mereka, sampai-sampai ada di antara mereka yang tidak pernah tidur sama sekali. Meskipun niat mereka baik sewaktu melakukan perbuatan ini, akan tetapi perbuatan yang mereka lakukan menyimpang dari jalan yang benar. Di antara mereka juga ada yang beramal berdasarkan hadits-hadits yang palsu tanpa disadarinya karena dangkalnya ilmu datanglah generasi-generasi setelah mereka yang mulai membicarakan keutamaan lapar, miskin dan bisikan-bisikan jiwa, bahkan mereka menulis kitab-kitab khusus tentang masalah ini, seperti tokoh sufi yang bernama Al Harits Al Muhasibi. Lalu datang generasi selanjutnya yang mulai merangkum dan menghimpun mazhab/ajaran Tasawuf dan mengkhususkannya dengan sifat-sifat khusus, seperti Ma’rifah mengenal Allah dengan sebenarnya??!, Sama’ mendengarkan nyanyian dan lantunan musik, Wajd bisikan jiwa, Raqsh tari-tarian dan Tashfiq tepukan tangan, kemudian ajaran tasawuf terus berkembang dan para guru thariqat mulai membuat aturan-aturan khusus bagi mereka dan membicarakan membangga-banggakan kedudukan mereka orang-orang ahli Tasawuf, sehingga semakin lama mereka semakin jauh dari petunjuk para ulama Ahlusunnah, dan mereka mulai memandang tinggi ajaran dan ilmu mereka ilmu Tasawuf, sampai-sampai mereka namakan ilmu tersebut dengan ilmu batin dan mereka menganggap ilmu syari’at sebagai ilmu lahir??! Dan di antara mereka karena rasa lapar yang sangat hingga membawa mereka kepada khayalan-khayalan yang rusak dan mengaku-ngaku jatuh cinta dan kasmaran kepada Al Haq Allah azza wa jalla, padahal yang mereka lihat dalam khayalan mereka adalah seseorang yang rupanya menawan yang kemudian membuat mereka jatuh cinta berat lalu mereka mengaku-ngaku bahwa yang mereka cintai itu adalah Allah azza wa jalla.Maka mereka ini terombang-ambing di antara kekufuran dan bid’ah, kemudian semakin banyak jalan-jalan sesat yang mereka ikuti sehingga menyebabkan rusaknya akidah mereka, maka di antara mereka ada yang menganut keyakinan Al Hulul, juga ada yang menganut keyakinan Wihdatul Wujud, dan terus-menerus Iblis menyesatkan mereka dengan berbagai bentuk bid’ah penyimpangan sehingga mereka menjadikan untuk diri-diri mereka sendiri tata cara beribadah yang khusus yang berbeda dengan tata cara beribadah yang Allah azza wa jalla syari’atkan dalam agama islam” Kitab Talbis Iblis, tulisan Ibnul Jauzi hal. 157-158.Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah ketika beliau ditanya tentang sekelompok orang yang mengatakan bahwa diri mereka telah mencapai tingkatan bebas dari kewajiban melaksanakan syariat, maka beliau menjawab “Tidak diragukan lagi -menurut pandangan orang-orang yang berilmu dan orang-orang yang beriman- bahwa ucapan ini adalah termasuk kekufuran yang paling besar, bahkan ucapan ini lebih buruk daripada ucapan orang-orang Yahudi dan Nasrani, karena orang-orang Yahudi dan Nasrani mereka mengimani sebagian isi kitab suci mereka dan mengingkari sebagian lainnya, dan mereka itulah orang-orang kafir yang sebenarnya, dan mereka juga membenarkan perintah dan larangan Allah azza wa jalla, meyakini janji dan ancaman-Nya…Kesimpulannya Bahwa Orang-orang Yahudi dan Nasrani yang berpegang pada ajaran agama mereka yang telah dihapus dengan datangnya agama islam dan telah mengalami perubahan dan rekayasa, mereka ini lebih baik keadaannya dibandingkan orang-orang yang menyangka bahwa mereka telah bebas dari kewajiban melaksanakan perintah Allah azza wa jalla secara keseluruhan, karena dengan keyakinan tersebut berarti mereka telah keluar dari ajaran semua kitab suci, semua syariat dan semua agama, mereka sama sekali tidak berpegang kepada perintah dan larangan Allah azza wa jalla, bahkan mereka lebih buruk dari orang-orang musyrik yang masih berpegang kepada sebagian dari ajaran agama yang terdahulu, seperti orang-orang musyrik bangsa Arab yang masih berpegang pada sebagian dari ajaran agama nabi Ibrahim shallallahu alaihi wa sallam… Dan di antara mereka ada yang berargumentasi untuk membenarkan keyakinan tersebut dengan firman Allah azza wa jallaوَاعْبُدْ رَبَّكَ حَتَّى يَأْتِيَكَ الْيَقِينُ“Sembahlah Rabbmu sampai datang kepadamu sesuatu yang diyakini kematian” QS. Al Hijr 99.Mereka berkata makna ayat di atas adalah, “sembahlah Rabbmu sampai kamu mencapai tingkatan ilmu dan ma’rifat, dan jika kamu telah mencapainya maka gugurlah kewajiban melaksanakan ibadah atas dirimu…”. Pada Hakikatnya ayat ini justru menyanggah keyakinan mereka dan tidak membenarkannya. Hasan Al Bashri berkata “Sesungguhnya Allah tidak menjadikan bagi amalan orang-orang yang beriman batas akhir kecuali kematian, kemudian Hasan Al Bashri membaca ayat tersebut di atas. Dan makna “Al Yaqin” dalam ayat tersebut adalah “Al Maut” kematian dan peristwa-peristiwa sesudahnya, dan makna ini berdasarkan kesepakatan semua ulama Islam, seperti yang juga Allah azza wa jalla sebutkan dalam Firman-Nyaمَاسَلَكَكُمْ فِي سَقَرَ قَالُوا لَمْ نَكُ مِنَ الْمُصَلِّينَ وَلَمْ نَكُ نُطْعِمُ الْمِسْكِينَ وَكُنَّا نَخُوضُ مَعَ الْخَآئِضِينَ وَكُنَّا نُكَذِّبُ بِيَوْمِ الدِّينِ حَتَّى أَتَانَا الْيَقِينُ“Apa yang menyebabkan kamu wahai orang-orang kafir masuk ke dalam Saqar neraka?, mereka menjawab Kami dahulu di dunia tidak termasuk orang-orang yang mengerjakan shalat, dan kami tidak pula memberi makan orang miskin, dan kami ikut membicarakan yang bathil bersama orang-orang yang membicarakannya, dan kami mendustakan hari pembalasan, hingga datanglah pada kami sesuatu yang diyakini kematian” QS. Al Muddatstsir 42-47.Maka dalam ayat ini mereka orang-orang kafir menyebutkan bahwa telah sampai kepada mereka Al Yaqin/kematian padahal mereka termasuk penghuni neraka, dan mereka ceritakan perbuatan-perbuatan mereka yang menyebabkan mereka masuk ke dalam neraka meninggalkan shalat dan zakat, mendustakan hari kemudian, membicarakan yang batil bersama orang-orang yang membicarakannya, sampai datang pada mereka Al Yaqin kematian… yang maksudnya adalah datang kepada mereka sesuatu yang telah dijanjikan, yaitu Al Yaqin kematian” Majmu’ Al Fatawa 401-402 dan 417-418.Maka ayat tersebut di atas jelas sekali menunjukkan kewajiban setiap orang untuk selalu beribadah sejak dia mencapai usia dewasa dan berakal sampai ketika kematian datang menjemputnya, dan tidak ada sama sekali dalam ajaran islam apa yang dinamakan tingkatan/ keadaan yang jika seseorang telah mencapainya maka gugurlah kewajiban beribadah atasnya, sebagaimana yang disangka oleh orang-orang ahli pembahasan sebelumnya Hakikat Tasawuf Bag. 1Baca pembahasan selanjutnya Hakikat Tasawuf Bag. 3—Penulis Ustadz Abdullah Taslim, Lc. Artikel
Sebelumkita masuk ke dalam pembahasan tentang ayat-ayat al-Qur'an tentang tasawuf, kami akan mengemukakan beberapa definisi al-Qur'an. Menurut Dr. Muhammad Yusuf Musa al-Qur'an ialah kitab suci yang diturunkan kepada Muhammad SAW dan disampaikan kepada kita secara mutawatir. Sedangkan menurut istilah ahli Syara' al-Qur'an ialah wahyu dari Allah SWT yang diturunkan kepada Nabi
PENGERTIANTENTANG TASAWUF. Secara bahasa tasawuf diartikan sebagai Sufisme (bahasa arab: تصوف ) adalah ilmu untuk mengetahui bagaimana cara menyucikan jiwa, menjernihan akhlaq, membangun dhahir dan batin, untuk memporoleh kebahagian yang abadi. Al Quran pada permulaan Islam diajarkan cukup menuntun kehidupan batin umat Muslimin yang
Halhal yang ada di dalam Tasawuf tidak ada satu pun yang bertentangan dengan al Quran atau pun Hadits. Tasawuf adalah jalan, sedang dua hal itu, Quran dan Hadits adalah petunjuk. Tentu saja, jalan kebaikan apapun tidak boleh lepas dari petunjuk. Ada juga ayat tentang Tasawuf yang berbunyi: Keempat tafsir 'ilmi, yaitu penafsiran ayat-ayat kauniyah yang terdapat dalam al-Qur'an, dengan cara mengaitkannya dengan ilmu-ilmu pengetahuan modern. Kajian tafsir ini adalah untuk memperkuat teori-teori ilmiah dan bukan sebaliknya.Di antara kitab tafsir 'ilmi adalah kitab al-Islam Yata'adda, karya Wahid al-Din Khan.

Pertama ayat al-Quran yang digabungkan dengan jampi serapah yang tidak difahami sehingga bercampur aduk dan mengelirukan. Kedua, ayat al-Quran yang dibacakan secara terbalik (iaitu bacaan bermula

Sze8.
  • 5jzp8h7rze.pages.dev/885
  • 5jzp8h7rze.pages.dev/35
  • 5jzp8h7rze.pages.dev/134
  • 5jzp8h7rze.pages.dev/294
  • 5jzp8h7rze.pages.dev/612
  • 5jzp8h7rze.pages.dev/16
  • 5jzp8h7rze.pages.dev/856
  • 5jzp8h7rze.pages.dev/679
  • 5jzp8h7rze.pages.dev/965
  • 5jzp8h7rze.pages.dev/840
  • 5jzp8h7rze.pages.dev/935
  • 5jzp8h7rze.pages.dev/452
  • 5jzp8h7rze.pages.dev/168
  • 5jzp8h7rze.pages.dev/257
  • 5jzp8h7rze.pages.dev/586
  • ayat alquran tentang tasawuf